Lampung – Masyarakat di luar suku Lampung terkadang banyak yang menganggap bahwa Sebambangan memiliki makna yang kurang baik, hingga anggapan ini membuat citra adat Lampung berkurang. Sebambangan sering disalahartikan dengan istilah “Kawin Lari”, oleh orang-orang yang kurang memahami makna sesungguhnya.

Sebambangan atau Larian adalah adat Lampung dimana pihak laki-laki melarikan gadis yang akan dinikahinya dengan sebuah persetujuan pihak gadis terlebih dahulu, untuk menghindari hal-hal yang dianggap bisa menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang memakan biaya lumayan banyak. Gadis tersebut akan meninggalkan sebuah uang dan surat sebagai pengepik yang biasanya diletakkan di bawah kasur tempat tidur gadis tersebut.

Ini adalah sebuah tradisi asli dari masyarakat Lampung yang diwariskan oleh nenek moyang dan sudah mengakar sejak zaman dahulu di masyarakat Pepadun dan Saibatin. Latar belakang adanya tradisi Larian ini yaitu terdapat seorang pemuda laki-laki yang diketahui tidak mampu untuk memenuhi biaya adat pernikahan yang diminta oleh pihak perempuan, akan tetapi rasa cinta dan sayang pemuda tersebut sangat besar sekali dan melampaui batas. Karena takut bila tidak mendapatkan restu dari orang tua dan keluarga dan terdapat keinginan untuk mengikuti adat yang ada, maka terjadilah perkawinan Sebambangan atau Larian ini.

Pelaksanaan Sebambangan (Larian) dilakukan sesuai dengan perjanjian antara pihak gadis (muli) dan pihak laki-laki/bujang (mekhanai). Di waktu yang telah disepakati dan ditentukan bersama si gadis diambil oleh kerabat pihak bujang dari kediaman, atau gadis tersebut datang dengan sendirinya ke tempat kediaman pihak bujang yang segala sesuatunya berjalan sesuai dengan tata tertib adat Larian/Sebambangan. Tetapi di sejumlah daerah di Lampung, sudah jarang dilakukan, namun ada beberapa daerah yang masih melakukan tradisi sebambangan seperti di daerah Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Timur, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, dan Way Kanan masih melakukannya.

Adat Sebambangan (Larian) ini masih berkaitan dengan pasal 332 KUHP ayat 1 tentang melarikan perempuan yang berbunyi, “Bersalah melarikan wanita diancam dengan” :
- Paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang perempuan yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tua nya atau walinya tetapi dengan persetujuan wanita itu, baik di dalam maupun di luar pernikahan.
- Paling lama 9 tahun jika membawa lari perempuan dilakukan dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya atas perempuan itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan.
Dari penjelasan mengenai pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa adat sebambangan ini memenuhi unsur dalam pasal 332 ayat 1 kitab undang-undang hukum pidana yang pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana menurut pasal 332 KUHP tersebut. Menurut hukum adat Lampung Sebambangan diperbolehkan atas dasar suka sama-sama suka antara pihak laki-laki maupun perempuan. Karena pihak laki-laki tidak mampu memberikan uang tanda pemberi atau (jujor) jika melalui proses lain dalam pernikahan adat Lampung, pihak laki-laki tidak akan mendapatkan sanksi pidana, tetapi pastinya akan mendapatkan sanksi dari petinggi adat yang berupa sanksi ejekan atau hinaan dari masyarakat lingkungan. Apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan atau terjadi kekerasan bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan musyawarah sebab sehingga perbuatan Larian/Sebambangan tidak dapat dipidana.
Colaborator
Penulis Artikel: Raihan Novera
Editor: M Adita Putra
Discussion about this post