Pringsewu – Tugu atau monumen sudah menjadi ornamen wajib di setiap daerah. Itu karena bangunan tersebut yang menjadi ciri khas daerah sekaligus pembawa pesan awal untuk menyambut para pelancong dari luar daerah. Banyak orang saat dalam perjalanan menuju suatu tempat akan lebih mengetahui keberadaannya ketika dirinya melihat sebuah tugu atau monumen kebanggaan di daerah yang ia lewati. Sering kali juga tugu atau monumen dijadikan patokan untuk menunjukkan sebuah arah, oleh karena bangunan tersebut kebanyakan berada di titik lokasi yang strategis dari berbagai penjuru arah.
Daerah Kabupaten Pringsewu yang menjadi kabupaten terkecil sekaligus terpadat di Provinsi Lampung ini juga memiliki banyak tugu/monumen yang sangat familiar di mata masyarakat. Letaknya yang berada di satu jalur jalan lintas Pringsewu menjadikannya mudah ditemui saat berjalan di ruas jalan Pringsewu, itulah yang menjadi faktor yang membuat masyarakat tak hanya mengenal tugu/monumen tersebut melainkan juga bisa memunculkan kerinduan akan kota tersebut.
Berikut daftar tugu/monumen di Pringsewu yang menjadi maskot dan sering dirindukan :
1. Gapura Bambu
Dari awal masuk daerah saja masyarakat akan langsung paham bahwa dirinya sedang berada di daerah Kota Pringsewu yang berarti Bambu Seribu, karena sambutan pertama datang dari Gapura yang diberi nama Gapura Bambu. Gapura tersebut memiliki ukuran yang cukup besar, berbentuk 8 buah bambu kuning yang melengkung melingkari jalan utama Pringsewu dan tulisan sambutan “Selamat Datang di Ibu kota Pringsewu Pringsewu ” dan “Selamat Jalan dari Ibu kota Pringsewu” serta dipercantik oleh hiasan Siger Lampung berjumlah 9 di atasnya. Selain itu melihat hamparan sawah hijau yang ada di sekitarnya membuat Gapura tersebut semakin elok untuk dipandang.
Gambaran awal yang terlihat tersebut cukup menggambarkan sebagian dari kehidupan dan kondisi geografis wilayah Pringsewu. Sejak dibangunnya pada tahun 2012 lalu diresmikan pada tanggal 31 Desember 2014, Gapura tersebut saat ini sudah menjadi salah satu maskot utama di Kabupaten Pringsewu. Terdapat rest area di sekitar Gapura Bambu tersebut apabila ingin menyandangi panorama Gapura tersebut.
2. Tugu Tulisan Pringsewu
Setelah disambut oleh Gapura Pringsewu, tidak jauh letaknya akan semakin diperjelas lagi mengenai daerah kota dengan Tugu yang membentuk tulisan Pringsewu. Tugu tersebut terlihat di kelilingi oleh lahan persawahan wates dan jika di dekati Tugu tersebut memiliki ukuran yang cukup besar.
Banyak masyarakat datang menikmati panorama tugu tersebut pada sore hari yang disambangi dengan memakan jagung bakar yang ada di pinggir persawahan atau hanya sekedar berfoto saja menangkap background matahari terbenam (sunset) di sore hari.
3. Tugu Gajah
Tugu Gajah dikenal sebagai tugu berbentuk gajah yang sedang mengangkat barbel, dilansir dari berandadesa.com gajah diambil dari filosofi daerah Provinsi Lampung sebagai pusat konservasi Gajah Sumatera yang terdapat di kawasan Taman Wisata Way Kambas. Sedangkan angkat besi yang dimaksud merupakan gambaran bahwa di daerah Kabupaten Pringsewu terdapat padepokan angkat besi yang telah banyak menyumbangkan atlet-atlet berprestasi dikejuaraan nasional maupun internasional.
Tugu tersebut juga menjadi icon daerah karena menunjukkan semboyan Kota Pringsewu yaitu “Jejama Secancanan” dan juga icon lahirnya atlet-atlet berprestasi di daerah Pringsewu. Berada pada ruas pertigaan antara jalan raya lintas dan jalan menuju perkantoran Pemda Pringsewu, Tugu tersebut juga tidak jauh dari Tugu tulisan Pringsewu hanya sekitar 350 m. Biasanya ramai dikunjungi oleh masyarakat yang duduk santai di pinggiran tugu pada sore hari.
4. Tugu Bambu
Tugu Bambu juga menjadi icon untuk penggambaran sebuah kehidupan masyarakatnya yang sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani, terlihat pada bentuk bangunannya yang aesthetic yaitu dua orang laki-laki dan perempuan, mengenakan pakaian bertani dengan topi caping dan cangkul yang diangkat ke atas, sedangkan sang perempuan membawa canting yang berisi hasil panen, keduanya berdiri di atas bambu-bambu yang menjulang tinggi ke atas.
Tugu tersebut terletak di persimpangan Jalan Jendral Sudirman dan Jalan Veteran di dekat alun-alun kota yaitu Pendopo. Bayangan siluet akan terlihat sangat apik saat menjelang sore hari, begitu pun pada malam hari tugu nampak indah saat disoroti oleh lampu. Tugu tersebut juga merupakan yang tertua dari beberapa tugu yang menjadi icon Pringsewu.
5. Tugu Latsitarda Nusantara XXV
Dinamakan Latsitarda Nusantara XXV, tugu ini memiliki bentuk motif khas Lampung dengan payung agung 3 warna yang terletak di atasnya.
Secara umum nama LATSITARDA merupakan singkatan dari (Latihan Integrasi Taruna Wreda) adalah suatu kegiatan tingkat akhir dari Taruna Akademi TNI AD, TNI AL, TNI AU, Kepolisian. Dilansir dari steemit. com dalam LATSITARDA NUSANTARA para Taruna disebar ke seluruh Kecamatan di Kabupaten yang dipilih untuk menjadi acara pembauran dan kemanunggalan Taruna dengan masyarakat dengan bergotong royong dan melakukan berbagai kegiatan sosial.
Tugu tersebut dibangun sebagai tanda penghargaan kepada para Taruna yang telah menyelesaikan kegiatan tersebut. Karena letaknya yang berada persis di muka alun-alun Pendopo, Tugu tersebut selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat setiap sore hari.
6. Monumen Pemuda/Tugu Sari nongko
Tugu tersebut dikenal oleh masyarakat dengan nama monumen pemuda tetapi ada juga yang menyebutnya dengan Tugu Sari Nongko karena letaknya tidak jauh dari pasar sarinongko atau pasar terminal. Letaknya yang terpisah dari tugu lain berada di ruas jalan yang berbeda membuat beberapa masyarakat tidak tahu tentang tugu ini.
Tetapi sesungguhnya tugu ini memiliki bentuk yang sangat unik, tidak sembarangan masyarakat bisa menjelaskan apa makna dari bentuk monumen tersebut karena bentuknya menyerupai tiga akar yang menjuntai ke atas. Meskipun begitu karena terdapat tulisan “Maju mundurnya suatu bangsa terletak di pundak para pemuda” beberapa masyarakat mengartikan sendiri maksud bahwa Monumen tersebut dibangun sebagai lambang semangat membangun dan bangkitnya generasi muda.
Colaborator
Penulis Artikel: Agustina Suryati
Editor: Ratih Purwaningsih
Discussion about this post