Bandar Lampung – Negeri Olok Gading merupakan kebandaran pertama yang ada di Bandar Lampung. Mulanya daerah yang didirikan oleh Ibrahim Gelar Pangeran Pemuka sekitar tahun 1618 Masehi ini bernama Kampung Negeri dengan lamban dalom sebagai pusatnya. Adapun tujuan pendiriannya menurut naskah Tambo Kebandaran Marga Balak adalah untuk memperluas wilayah kedudukan adat Marga Balak di daerah Teluk Betung. Pada tahun 1929 Pemerintah Belanda melalui Keresidenan Teloek Betoeng mengeluarkan Staatsbald Nomor 362 yang menetapkan penyatuan tiga marga (Lunik, Bumiwaras, dan Balak) menjadi Marga Teluk Betung sebagai bagian terpadu dari struktur Pemerintahan Kolonial sekaligus menjadi Lembaga Pemerintahan terendah Belanda.
Adapun pusat pemerintahan adatnya sendiri di Lamban Dalom Kebandaran Marga Balak, yaitu sebuah bangunan tradisional yang dibuat oleh Ibrahim Gelar Pemuka ketika ia mendirikan Kampung Negeri Olok Balak ini. Bangunan ini terbuat dari kayu dengan siger besar berada di atasnya. Pada halaman lamban dalom difungsikan sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat (begawi, deduaian, perkawinan). Bagian terasnya berfungsi sebagai tempat pertemuan para tokoh penyimbang adat. Sedangkan bagian bawah bangunan (dahulu berbentuk panggung) saat ini difungsikan sebagai ruang serba guna tempat penyelenggaraan kesenian tradisional (Tari Bedana, Tari Siger Penguten) dan penyimpanan benda-benda budaya, di antaranya adalah: siger berusia ratusan tahun, keris, payan (tombak), kain sarat khas Lampung pesisir, terbangan, tala (alat musik sejenis kulintang), busana adat pengantin Saibatin, pedang Ngusikh Bajau, dan lain sebagainya.
Di Kampung Negeri Olok Gading ini terdapat tari tradisi yang hidup dan berkembang yaitu Tari Bedana Olok Gading. Tari ini masih sangat dijaga nilai-nilai keislaman yang terkandung di dalamnya. Ada 13 ragam gerak yang mendasari perkembangan Tari Bedana yang ada di Lampung, yaitu ragam gerak takzim, langkah pembuka, lapah, pecoh, motok hmoloh, motokh laju, motokh mejong, lapah mundokh, lapah lambai/susunsirih, belituk, sarah, tahtim, tahto.
Ciri khas dan membedakan dengan tarian yang lain yaitu menggunakan pola lantai maju mundur pada satu garis lurus seperti membentuk huruf Alif, menari berpasangan dengan arah berlawanan seperti bercermin, dan pada hitungan tari ini menggunakan tiga hitungan yaitu 2, 3, 4. Kampung tua Negeri Olok Gading ini sudah diakui keistimewaannya dalam hal sosial budaya oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung, hal ini dibuktikan dengan telah ditetapkannya Kelurahan Negeri Olok Gading sebagai salah satu kawasan cagar budaya berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011.
Tari Bedana Olok Gading merupakan kesenian tari yang diyakini keberadaannya sudah lama ada di kelurahan Negeri Olok Gading, yang pada awal diperkenalkannya tarian ini bersamaan dengan masuknya agama Islam di Lampung. Dulunya tari Bedana Olok Gading dijadikan salah satu media untuk mewartakan ajaran agama Islam yang di dalam tariannya memiliki nilai-nilai ajaran agama Islam yang dapat menjadi panutan dalam hidup di dunia. Sekarang ini dengan kemajuan jaman tari Bedana beralih fungsi sebagai media hiburan, seperti untuk acara pernikahan dan festival.
Upaya pelestarian yang telah diusahakan oleh pihak-pihak terkait yang ikut terlibat di dalamnya, merupakan suatu bentuk rasa kepedulian yang timbul untuk tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal. Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan akan berhasil jika satu sama lain saling berkaitan dan saling mendukung. Hal tersebut dapat dilihat dari program yang dibuat oleh Pemerintah yaitu program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) program dari Pemerintah tidak akan berjalan dengan baik jika tidak melibatkan seniman untuk terjun di dalamnya. Sedangkan, seniman dalam upayanya untuk ikut melestarikan dan menjaga salah satunya adalah dengan mendirikan sanggar, namun sanggar itu tidak akan berjalan dengan baik jika tidak adanya kesadaran masyarakat untuk ikut bergabung dengan sanggar dan ikut dalam upaya pelestarian Tari Bedana Olok Gading.
Upaya-upaya yang dilakukan dapat dikatakan masih dalam proses namun hal itu tidak lepas dari jatuh bangunnya dari pihak-pihak yang terkait, karena untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal pada era modernisasi tidak lah mudah, ditambah lagi dengan banyaknya tarian-tarian modern yang dipandang oleh anak-anak muda lebih menarik dan lebih mengikuti jaman. Namun dengan adanya lembaga-lembaga dan para seniman yang akan lebih dapat membantu dalam mendorong atau juga sebagai penggerak dalam upaya pelestarian kebudayaan lokal. Pelatihan yang dilakukan pada peserta didik di bangku SD, SMP, SMA/SMK, itu merupakan sasaran target yang pas untuk upaya pelestarian, karena mereka adalah generasi muda, merekalah yang harusnya lebih aktif dalam melestarikan kebudayaan dan kesenian lokal.
Colaborator
Penulis Artikel: Bangkit Hadi Nugroho
Editor: Ratih Purwaningsih
Discussion about this post